Oley
Nama
: Kadek Ayu Ristianti
Nim:
13C11093
Kelas
: C
Prodi: S1 keperawatan
Tahun
Pelajaran 2013/2014
RANGKUMAN KITAB BHAGAWAD GITA
BAB
I Arjuna Wisada Yoga
Dalam bagian ini,
tentara-tentara dari kedua belah pihak, yaitu Pandawa dan Korawa bersiap siaga
untuk bertempur. Pada saat itu Ajuna meminta Krisna untuk menjadi Kusirnya dan
mengantarkan Arjuna ke Tengah Medan Pertempuran
, untuk melihat siapa saja yang akan bertempur dengan Arjuna. Akan
tetapi ketika arjuna melihat Kakek, Sepupu, Paman, Guru,Sahabat-Sahabat dan
orang-orang lain yang ia kenal hati Arjuna tergugah melihat sanak saudara telah
siap sedia untuk bertempur unutk mendapatkan kejayaan dan Kemasyuran . Hal ini menyebabkan tubuhnya pun terasa
bergetar mulutnya tersa kering di Sana
ia mengatakan kepada krisna bahwa ia siap untuk bertempur karena Arjuna terharu
melihat sanak saudaranya yang sudah siap untuk
bertempur tetapi pada saat itu gejala dirasakan Arjuna merupakan gejala dari
gemetar akibat ketakutan akan maut hal
ini pun menyebabkan panah Gavinda terlepas dari busurnya. Oleh karena Arjuna
kurang sadar ia pun tidak tahan berdiri
di medan perang dan dia pun lupa akan diri yang disebabkan oleh ikatan
material yang menyebabkan kebingungan
. Disana Arjuna pun mengalami kebingangan ia
tidak ingin membunuh orang-orang yang ia sayangi , tersebut merupakan dosa yang tidak
terampuni tetapi dilain sisi Arjuna
harus mempertahankan kerajaan warisan Ayahnya. Pada saat itu Arjua
berpikir untuk meninggalkan medan
pertempuran dan masuk ke hutan dan hidup
dalam kesunyian dan frustasi tetapi sebagai seorang ksatria Arjuna memerlukan
kerajaan untuk mata pencarian sebab para ksatria tidak bias menekuni perkerjaan
lain. Salah jalan untuk mendapatkan kerajaan adalah bertempur denga sanak
saudaranya . tetapi Arjuna berpikir Apalah arti Kekayaan jika Guru, serta
sanak-saudaranya terbunuh olehnya. Pada saat Arjuna pun meminta Krisna sebagai
Yang Maha Kuasa untuk menggantikan ia di medan pertempuran . Sebenarnya pada
saat itu Krisna yang akan berperang
melawan pasukan Duryodana tetapi melalui perantara Arjuna. Dan Pada saat Arjuna sedang meninjau dia berdiri dalam kereta tetapi Arjuna sangat tergugah oleh rasa
sesdihnya sehingga ia duduk kembali dan meletakkan busur panahnya .
BAB
II Bhagavad Gita
Bagian
ini menceritakan tentang Arjuna menyerahkan diri sebagai murid kepada Sri
Krishna, kemudian Krishna memulai pelajaran-Nya kepada Arjuna dengan
menjelaskan perbedaan pokok antara badan jasmani yang bersifat sementara dan
sang roh yang bersifat kekal. Sri Krishna menjelskan proses perpindahan sang
roh, sifat pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Kuasa tanpa mementingkan diri
sendiri dan ciri-ciri orang yang sudah insaf akan dirinya.ya.
Perbedaan pokok antara badan jasmani
dan sang roh
Jasmani bersifat sementara, sedangkan sang roh bersifat
kekal. Maka dari itu, tidak seharusnya seseorang disibukkan dengan hal-hal yang
bersifat materi.
Reinkarnasi
Sri Kresna menjelaskan proses
perpindahan sang roh atau reinkarnasi, yaitu pada saat jiwa lahir kembali, roh
yang utama kekal namun raga menjadi rusak, sehingga roh berpindah ke badan yang
baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru,
roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu yang
mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak
akan mengingat kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang
bertumpuk-tumpuk dari kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, jiwa akan
pergi dulu ke surga atau neraka. Dalam Filsafat Hindu, reinkarnasi mengajarkan
manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab
terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus
reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada
hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang
selalu duka. Dalam Filsafat Hindu, proses reinkarnasi memberi manusia
kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi
apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi,
sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup
yang sebenarnya.
“Seperti
halnya sang roh terkurung di dalam badan dan badan ini terus-menerus mengalami
perubahan, dari masa kanak-kanak menuju masa remaja, hingga usia tua, begitu
juga selanjutnya sang roh akan masuk ke dalam badan lain pada waktu meninggal.”
(Bhagavad Gita 2.13)
Kemudian,
pada bagian ke dua ini, Sri Kresna juga menjelaskan, bahwa orang yang paling
baik adalah orang yang insaf akan dirinya. Salah satu ciri orang yang insaf
akan dirinya adalah orang itu mengabdi kepada Yang Maha Kuasa tanpa
mementingkan diri sendiri.
BAB
III Karma
Berjudul Karma Yoga terdiri atas
43 seloka. Bab ini membahas dasar-dasar pengertian Karma Yoga yang dibedakan
dari ajaran Sāmkhya Yoga. Kedua ajaran ini dibahas dari aspek ajaran Sāmkhya
dan Yoga. Dengan memahami kesalahan pengertian Karma Yoga sebagai satu sistem
yang dianggap bertentangan dengan sistem samnyasa Krsna mencoba menegaskan
makna ajaran karma yoga secara lebih mendetail. Jñāna dengan ajaran Jñāna Yoga
merupakan inti ajaran Sāmkhya sebaliknya karma atau tindakan tidak harus
berarti sama dengan Jñāna. Dalam Gita karma ini dibedakan dalam dua bentuk
yaitu, Subba Karma ‘perbuatan yang baik’ dan Asubha Karma ‘perbuatan yang tidak
baik’. Adapun perbuatan yang tidak baik dibedakan pula menjadi dua macam yaitu,
Akarma dan Vikarma. Dengan demikian terdapat tiga macam bentuk sikap tindak
kegiatan, yaitu Karma ‘perbuatan baik’, Akarma ‘perbutan tidak berbuat’, dan
Vikarma ‘perbuatan yang keliru’. Apa yang diharapkan dari ajaran Karma Yoga ini
adalah tercapainya tujuan kebebasan, yaitu moksa atau sidhi (kesempurnaan).
Ada dua hakikat pengertian kata
karma yang berkembang di dalam Gita yaitu Karma dalam arti ritual atau yadnya
dan karma dalam arti tingkah laku perbuatan. Hal ini tampak jelas dari uraian
bab III seloka 10 yang menghubungkan arti karma dengan penciptaan alam semesta
yang dilakukan pada permulaan penciptaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan dalam
permulaan penciptaan itu menciptakannya bukan untuk kepentingan diri-Nya.
Demikian pula dalam hukum kerja itu agar didasarkan pada asas ketidak-
terikatan untuk kepentingan pribadi, tetapi didasarkan atas dharma yang
menjelma dari bentuk hukum, hak, dan kewajiban. Dengan demikian maka asas
vairagya sebagai satu ajaran mendorong pelakunya berbuat karena kewajiban untuk
mencapai prestasi yang lebih baik. Hal ini dilakukan agar kekaryaannya itu
mempunyai nilai guna. Soal pahala atau akibat yang timbul adalah hak yang pasti
dan tak perlu dicari-cari yang tentunya akan diperoleh
BAB
IV Jnana Yoga
berjudul Jñāna Yoga terdiri atas 42 seloka. Bab ini
menguraikan Jñāna Yoga yang telah berkali-kali disampaikan Sri Krsna kepada
umat manusia agar menjadi manusia-manusia bijak. Disana Krsna menjelaskan Dikatakan pula manakala dharma terancam dan
adharma merajalela beliau sendiri turun ke dunia dengan mengenakan badan
jasmani untuk melindungi ajaran dharma dari kehancuran dan melindungi
orang-orang bijak. Di samping itu ajaran tentang varnasrama dharma dan berbagai
jalan yang ditempuh manusia dalam rangka pencariannya yang tertinggi juga
diuraikan dalam bab ini. Jnana Yoga sebagai cara mencapai kelepasan (moksa)
juga kembali ditekankan di sini. Di samping kegiatan kerja tanpa pamrih yang
tidak membelenggu diuraikan pula tentang kurban kebijaksanaan sebagai kurban
tertinggi. Dikatakan demikian karena kebijaksanaan itu sendiri akan membakar
habis segala dosa dan akibat dari perbuatan. Selanjutnya secara panjang lebar
Krsna juga menjelaskan kepada Arjuna kaitan Jnana Yoga dengan Yoga lain yang
memberikan kemantapan kepada Arjuna dalam mengemban tugas sebagai seorang
ksatria dalam menghadapi pertempuran ini.
BAB
V Karma Yoga
Dalam bab ini krsna menasehatkan
pada Arjuna agar Arjuna Bangun dan bertempur dengan menjadi mantap dalam
pengetahuan yang sempurna karena itu penegasan dalam bhakti dan tidak melakukan perbuatan atas dasar
kedua-duanya penting . Bab ini intinya membandingkan antara dua sistem
jalan menuju kesempurnaan, yaitu karma samnyasa di satu pihak dan yoga di bagian
lain. Penjelasan bab V merupakan pengembangan pengertian dari ajaran yang telah
dijelaskan dalam bab IV tentang arti Jnana Yoga. Arjuna ingin penjelasan yang
tegas mengenai jawaban atas pertanyaan, yaitu mana yang lebih baik membebaskan
diri dari kerja (karma samnyasa) atau kerja tanpa kepentingan pribadi atau
tanpa motif untuk mencari keuntungan pribadi. Sistem kerja yang kedua adalah
lebih baik. Penampilan kedua macam pertanyaan ini tentunya dilakukan pada satu
pengerttian dengan mengingat sistem catur asrama, yaitu
Brahmacari-Grahasta-Vanaprasta-Samnyasa). Di dalam Yoga karma itu tetap ada,
tetapi tidak dimotivasikan untuk kepentingan pribadi. Karma dimaksudkan untuk
pelepasan keakuan terhadap benda-benda duniawi dengan memusatkan perhatian pada
kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ber-samadhi. Yoga berarti
menghubungkan (Yuj) pikiran kepada Tuhan sehingga segala sifat hakiki Tuhan
dapat direfleksikan ke dalam jiwa. Dengan demikian berbuat itu tidak terikat
oleh diri pribadi, tetapi didorong oleh kehendak Ilahi. Dalam bagian juga dijelaskan, bahwa orang yang berpengetahuan
akan disucikan oleh api pengetahuan rohani menjadi seorang yang bijaksana.
Orang yang bijaksana ini melakukan segala kegiatan secara lahiriah, tetapi
melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatan dalam hatinya. Misalnya, orang
bekerja untuk mendapatkan pendapatan, tetapi jika ia telah menjadi orang yang
bijaksana, pendapatannya itu hanya akan digunakan untuk hal-hal yang baik dan
ia juga tidak menjadi gila harta. Dengan cara demikian, orang bijaksana dapat
mencapai kedamaian, ketidakterikatan, kesabaran, penglihatan rohani, serta
kebahagiaan.
BAB
VI Dhyana Yoga
berjudul Dhyāna Yoga terdiri atas
47 seloka. Bab ini menguraikan makna Dhyāna Yoga sebagai suatu sistem dalam
Yoga. Ini merupakan dialog lanjutan dari Bab V tentang Yoga. Yoga mengajarkan
delapan macam disiplin untuk memungkinkan seseorang mencapai tingkat kesucian
batin dan kesempurnaan citta. Kedelapan disiplin itu adalah (1) Yama, (2)
Niyama, (3) Asana, (4) Pranayama, (5) Pratyahara, (6) Darana, (7) Dhyāna, dan
(8) Samadhi. Ajaran Dhyāna Yoga atau Dhyāna dalam sistem Yoga inilah yang
dijelaskan oleh Krsna kepada Arjuna. Untuk melakukan yoga dan bermeditasi yang
baik, semua syarat harus dipenuhi, yaitu dimulai dari sikap asana yang baik
menyebabkan orang mudah melakukan konsentrasi pikiran atau Dhyāna. Walaupun
demikian, Arjuna yakin bahwa pikiran itu bersifat seperti binatang liar yang
sukar dijinakkan sehingga sangat sulit untuk dapat meninggalkan pikiran dalam
mencapai tujuan. Semua ini dijelaskan secara singkat yang pada intinya
bagaimana membiasakan putusan yang baik melalui yama dan niyama brata. Krsna
juga mengakui kesulitannya dan karena itu alternatifnya adalah mengarah kepada
perbuatan kebajikan. Diuraikan pula bahwa manusia akan lahir kembali kedunia
sesudah sampai di surga bila sudah selesai masanya penikmatan hasil kebajikan
itu. Hal ini akan berulang sampai berhasil melepaskan diri dari sarang
laba-laba karma, yaitu kelak kalau telah mencapai nirvana atau moksa atau
brahma nirvana. Menurut Krsna, seorang yogi lebih besar, baik daripada pertapa
maupun sarjana dan lebih besar pula artinya daripada pendeta yang melakukan
upacara yadnya.
Bagian ini
menguraikan tentang pentingnya Astanga Yoga, yaitu sejenis meditasi lahiriah
yang mengendalikan pikiran dan indria-indria, serta memusatkan perhatian kepada
dan apabila pendalian pikiran ini gagal
dilakukan maka maka pikiran tersebut
akan menjadi musuh dalam dirinya sediri .Paramatma atau Roh Yang Utama, bentuk
Tuhan yang bersemayam di dalam hati. Puncak dari meditasi ini adalah Samadhi
yang artinya sadar sepenuhnya terhadap Yang Maha Kuasa.
BAB
VII Pengetahuan tentang Yang Mutlak
berjudul Jñāna
Vijñana Yoga terdiri atas 30 seloka. Intinya adalah membahas Jñāna dan Vijñana.
Jnana artinya pengetahuan dan Vijnana adalah serba tahu dalam pengetahuan. Oleh
karena itu bab ini merupakan lanjutan dari bab VI tentang Dhyāna untuk mencapai
tingkat samadhi. Dengan demikian, perhatian pembahasannya terletak pada tujuan
atau objek Dhyāna, yaitu Tuhan Yang Maha Esa yang dalam agama disebut Para
Brahman, Para Atman, Parama Isvara. Oleh karena itu, Krsna mulai menjelaskan
pengertian Atman dan hubungannya dengan Parama-atman atau Brahman yang absolut.
Alam semesta dengan segala bentuk ciptaan itu disebut bhuta, yang mempunyai
lima komponen dasar disebut Panca Maha Bhuta yang terdiri atas prthivi (tanah),
apah (air), teja atau agni (api, panas), vayu (angin), dan akasa (ether).
Kelima unsur dasar itu timbul dari prakrti dan sebagai akibat dari evolusi dari
prakrti. Di samping unsur materi terdapat unsur rohani yang disebut Atman atau
Jiva yang menyebabkan timbulnya ciptaan (srsti). Jiva atau Atman adalah bagian
dari Brahman. Oleh karena itu, perlu disadari hubungan pengertian antara Atman
dan Brahman. Di dalam melakukan samadhi hakikat inilah yang harus dicapai dalam
pengertian dan makna aksara mantra AUM atau Om Kara sebagai manifestasi wujud
abadi. Di samping itu, Krsna juga menjelaskan pengertian triguna sebagai
hakikat sifat dasar dari prakrti sehingga timbulnya proses evolusi sebagai
akibat ketidakseimbangan triguna. Ketidaksadaran dan kekeliruan pandangan
manusia adalah pada kekuatan maya sehingga salah mengidentifikasi dan
menyamakan Atman dengan prakrti. Pemahaman keliru ini ibarat melihat cermin,
melihat dirinya pada cermin seakan-akan manusia dalam cermin itu berbeda.
Inilah yang disebut dengan kekuatan maya. Dengan manyadari hal ini, orang akan
mulai dapat mengarahkan pikirannya secara benar dan dari sini akan terlihat
mengapa aham (Aku) itu adalah Brahman (yang absolut transedental) dan ada pula
pada setiap makhluk.Dalam
bagian ini dijelaskan, bahwa Sri Kresna adalah Kebenaran Yang Paling Utama,
titisan Dewa Wisnu atau Sang Pencipta, penyebab yang paling utama dan kekuatan
yang memelihara segala sesuatu, baik yang material maupun rohani. Roh-roh yang
saleh menyerahkan diri kepada Sri Kresna dalam pengabdian suci bhakti,
sedangkan roh yang tidak saleh mengalihkan obyek-obyek sembahyang kepada yang
lain.
BAB
VIII Cara Mencapai Kepada Yang Mahakuasa
Berjudul Aksara Brahma Yoga terdiri atas 28 seloka. Aksara Brahma
Yoga berbicara tentang hakikat sifat kekekalan Tuhan Yang Maha Esa. Pada di
jelaskan bahwa kebenaran mutlak yang paling utama disebut Brahman, yang Mana dalam hal ini Brahman tidak dapat
dimusnahkan dan berda unuk selamanya .Paramataman dan bhagawan . Aksara berarti
kekal. Inti bab ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan Arjuna tentang
Brahman-Adhyatman dan Karma. Demikian pula tentang Adhibhuta, Adhidaiva,
Adhiyadnya, dan hakikat kematian. Dijelaskan pula cara pendekatan pengertian
yang dapat memberi uraian yang jelas tentang Brahman dengan Adhyatman yang pada
hakikatnya sama dengan Parama Atman. Dikatakan bahwa Atman mempunyai basis
Adhyatman (Brahman) demikian pula hakikat bhuta, yaitu panca mahabhuta dengan
adhibhuta. Di samping itu, dijelaskan pula pengertian tentang adhiyadnya dan
adhidaivata (adhidaibata)
Bagian ini menjelaskan, bahwa seseorang dapat mencapai tempat tinggal Sri
Kresna Yang Paling Utama di luar dunia material (surga) dengan cara ingat
kepada Sri Kresna dalam bhakti semasa hidupnya, khususnya pada saat ia
meninggal.
BAB
IX Raja Widya Rajaguhya Yoga (Pengetahuan Yang Paling Rahasia)
Berjudul Rāja Vidyāra Yoga
terdiri atas 34 seloka. Bab ini membahas hakikat dasar-dasar ajaran Raja Yoga
dengan judul Rāja Vidyā Rājaguhya Yoga. Dijelaskan hakikat raja hanya sebagai
istilah untuk menunjukkan raja dari semua ilmu (Vidyā), yaitu ajaran ketuhanan.
Dikatakan demikian karena segala hal yang ada berasal dari Tuhan. Oleh karena
itu, mempelajari Ketuhanan Yang Maha Esa dianggap sangat mulia dan ilmunya
merupakan ilmu tertinggi dari semua ilmu. Dalam hubungan ini Krsna tidak saja
menjelaskan arti dan kedudukan Tuhan sebagai Brahman, sebagai Bapak atau
sebagai Pelindung dan Pencipta, tetapi dijelaskan juga bagaimana alam semesta
ini diciptakan. Bila hendak melakukan bhakti atau sembahyang, maka tujuan
sembahyang adalah kepada Tuhan Yang Maha Esa itu apa pun gelar yang diberikan
kepada Nya. Semua harus mencari perlindungan kepada Nya, karena itu, Krsna
mengajarkan bahwa Tuhan sebagai pusat dari semua ciptaan dan kebaktian. Dalam bagian ini dijelaskan mengenai
hakikat Ketuhanan sebagai raja dari segala ilmu pengetahuan (widya). Sri Kresna
adalah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga tujuan tertinggi dalam kegiatan sembahyang
adalah Sri Kresna dan Raja Widya Rajaguhya Yoga. Di sini juga dijelaskan, bahwa
roh mempunyai hubungan yang kekal dengan Sri Kresna melalui pengabdian suci
bhakti yang bersifat rohani. Dengan menghidupkan kembali bhakti yang murni,
seseorang dapat kembali kepada Sri Kresna di alam rohani (akhirat).
BAB
X Wibhuti Yoga atau Kehebatan Tuhan Yang Mutlak
berjudul Vibhuti Yoga terdiri
atas 41 seloka. Bab ini menjelaskan sifat hakikat Tuhan yang absolut secara
empiris. Dikatakan bahwa hakikat absolut transendental sebagai akibat hakikat
tanpa permulaan, pertengahan, akhir. Demikian pula manifestasi Brahman dalam
alam semesta, sebagai kitab suci, Devata, manusia, dan huruf yang semuanya
memerlukan pengertian dan dasar-dasar keimanan yang kuat. Kemudian, bab XI
berjudul Visva Rupa Darsana Yoga terdiri atas 55 seloka. Visvarupa Darsana Yoga
sebagai penjelasan lebih lanjut dari ajaran Vibhuti Yoga yang mencoba
menjelaskan bentuk manifestasinya secara nyata. Dengan menyadari persamaan itu,
maka terjawablah misteri yang ada pada Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai hakikat
yang Mahaada.Bab
ke Sepuluh ini menguraikan tentang sifat hakikat Tuhan yang absolut atau
mutlak. Segala fenomena ajaib yang memperlihatkan kekuatan, keindahan, sifat
agung atau mulia, baik di dunia material maupun di dunia rohani, semuanya
merupakan perwujudan dari sebagian kecil tenaga dan kehebatan rohani Sri
Kresna. Sebagai sebab utama dari segala sebab, serta sandaran dan hakikat
segala sesuatu, maka Sri Kresna adalah Tuhan Yang Maha Esa dan tujuan
sembahyang tertinggi bagi seluruh makhluk.
BAB
XI Wiswarupa Darsana Yoga atau Bentuk Semesta
Bagian ini menguraikan tentang Sri Kresna yang
menganugerahkan pengelihatan rohani kepada Arjuna. Ia memperlihatkan kepada
Arjuna bentuk-Nya yang tidak terhingga dan mengagumkan alam semesta. Dengan
cara demikian, Sri Kresna membuktikan kepada Arjuna dan meyakinkannya mengenai
identitas-Nya sebagai Yang Mahakuasa. Sri Kresna menjelaskan, bahwa bentuk-Nya
sendiri yang serba tampan dan dekat dengan bentuk manusia adalah bentuk asli
Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dapat melihat bentuk ini hanya dengan bhakti
yang murni. Jika seseorang itu tidak memiliki bhakti kepada Sri Kresna, maka ia
tidak dapat melihat wujud-Nya. Disi dijelaskan Arjuna melihat
mulut-mulut yang tidak terhingga, mata yang tidak terhingga, dan wahyu-wahyu
ajaib yang tidak terhingga. Bentuk tersebut dihiasi dengan banyak perhiasan
rohani dan membawa banyak senjata rohani yang diangkat. Beliau memakai kalung
rangkaian bunga dan perhiasan rohani, dan banyak jenis minyak wangi rohani dioleskan
pada seluruh badan-Nya. Semuanya ajaib, bercahaya, tidak terbatas dan tersebar
kemana-mana. Kemudian Krsna menyuruh Arjuna untuk bangun dan merebut
kemasyuran, Karena kematian Drona, Bhisma, Jayadratha, Karna, dan
kesatria-kesatria besar lainnya sudah
diatur oleh Krsna
BAB
XII Bhakti Yoga atau Pengabdian Suci Bhakti
berjudul
Bhakti Yoga terdiri atas 20 seloka. Di dalam bhakti yoga manusia bersembah
sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ada dua hal yang ingin dipertanyakan oleh
Arjuna, yaitu (1) menyembah Tuhan dalam wujudnya yang abstrak, dan (2)
menyembah Tuhan dalam wujud nyata, misalnya menggunakan nyasa atau pratima
berupa arca atau mantra. Sehubungan dengan kedua pertanyaan ini, Krsna
menegaskan bahwa kedua-duanya baik. Penyembahan Tuhan dalam wujud abstrak,
yaitu dengan menanggalkan pikiran kepada yang disembah merupakan amat baik.
Akan tetapi, hambatan dan kesulitan itu tetap banyak karena Tuhan yang tanpa
wujud, kekal abadi, tak berubah sangat sulit untuk dicapai oleh akal pikiran. Sebaliknya,
dengan Yoga biasa diperlukan sarana pratima atau arca sehingga lebih mudah
untuk mewujudkan rasa bhakti, tetapi itu belum nyata. Bab ini menguraikan tentang cara yoga atau penyatuan dengan
alam dan Sang Pencipta dengan bhakti atau Bhakti Yoga, yaitu pengabdian suci
yang murni kebada Sri Kresna. Bhakti Yoga merupakan cara tertinggi dan paling
manjur untuk mencapai cinta bhakti yang murni kepada Sri Kresna, sang tujuan
tertinggi dalam kehidupan rohani. Orang yang menempuh jalan tertinggi ini dapat
mengembangkan sifat-sifat suci.
BAB
XIII Ksetra Ksetradnya Yoga atau Kepribadian Yang Menikmati dan Kesadaran berjudul
Ksetra Ksetrajna Vibhaga Yoga terdiri atas 34 seloka. Bab ini membahas hakikat
Ketuhanan Yang Maha Esa yang dihubungkan dengan hakikat purusa dan prakrti
(pradana) sebagai nama rupa. Kebutuhan nama rupa yang digelari dengan purusa
dan prakrti adalah untuk memberi landasan dalam penjelasan bagaimana mengenal
Tuhan Yang Maha Esa sebagai hakikat yang maha mengetahui. Demikian pula,
bagaimana proses kejadian ini dari purusa dan prakrti sampai pada segala bentuk
ciptaan alam semesta. melalui proses kejadian dari 24 macam elemen. Di samping
itu, dijelaskan pula tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh orang yang dapat
dikategorikan sebagai arif bijaksana. Oleh karena itu, Krsna menguraikan
kebaikan dan sifat rendah hati, tidak cepat marah, sabar, tawakal, adil, jujur,
beriman, suci lahir batin dengan selalu mengendalikan pikiran, tutur kata dan
tingkah laku sehingga terkendalinya ego dan makin bertambah baiknya budi
manusia. Dalam ajaran Hindu,
Purusa dan Prakerti merupakan dua unsur pokok yang terkandung dalam setiap
materi di alam semesta. Purusa dan Prakerti merupakan unsur yang bersifat
kekal, halus, dan tidak dapat dipisahkan. Purusa adalah unsur yang bersifat
kejiwaan sedangkan Prakerti adalah unsur yang bersifat kebendaan atau material.
Dalam
bagian ini juga dijelaskan, bahwa orang yang mengerti perbedaan antara badan,
sang roh, dan Roh Yang Utama yang melampaui badan dan roh, akan mencapai pembebasan
dari dunia material atau derajatnya ditinggikan.
BAB
XIV Guna Traya Wibhaga Yoga – Dalam bagian ini, dijelaskan mengenai tiga sifat alam
material atau Triguna, yaitu Sattvam, Rajas dan Tamas. berjudul
Gunatraya Vibhaga Yoga terdiri atas 27 seloka. Bab ini membahas triguna atau
guna traya, yaitu tiga macam guna yang terdiri atas sattvam, rajas,
tamas. Manifestasi guna pada diri manusia dapat dilihat dari bentuk tingkah
laku mereka sebagai refleksi dari triguna. Sebaliknya, yang menjadi tujuan
pembahasan guna traya ini adalah bagaimana seseorang dapat mengatasi ketiga
guna itu sehingga dapat mengatasi segala-galanya. Khusus untuk sifat-sifat
manusia yang telah dapat mengatasi pengaruh triguna digambarkan sebagai
seseorang yang memiliki watak tidak membenci, selalu hidup dalam keadaan
tenang, tidak memiliki pertentangan batin sebagai akibat pengaruh sifat-sifat
yang bertentangan dalam diri pribadinya, tidak mudah goyah atau berubah-ubah
pendirian, tetapi selalu mengabdi dan berbakti tanpa pamrih.
Triguna
Bagian
ini membahas, bahwa semua roh terkurung di dalam badan dan di bawah
pengendalian tiga sifat alam material, yaitu kebaikan (sattvam), nafsu (rajas)
dan kebodohan (tamas). Sri Kresna menjelaskan arti dari sifat-sifat tersebut
dalam bab ini, bagaimana sifat-sifat tersebut dapat mempengaruhi diri kita,
bagaimana caranya melampaui sifat-sifat tersebut, serta ciri-ciri orang yang
sudah mencapai keadaan rohani (orang yang sudah lepas dari tiga sifat alam),
yaitu: “Dia tidak membenci pencerahan spiritual, kemelekatan (pada hal-hal
material), ataupun khayalan bilamana hal-hal itu datang. Dia juga tidak
menginginkannya, jika hal-hal itu lenyap. Dia tetap tenang tanpa rasa
keprihatinan apapun, sebab dia berada di luar pengaruh unsur-unsur Triguna. Dia
hidup mantap (dalam keadaan apapun), sebab dia sadar bahwa hanya unsur-unsur
Triguna itu saja yang aktif. Dia merasakan suasana senang dan susah sama saja,
menerima cacian dan pujian dengan sikap sama, melihat segumpal tanah, sebiji
batu, dan sekeping emas dengan pandangan (dan perasaan) sama. Dia tidak
BAB
XV Purusottama Yoga – berjudul Purusottama Yoga terdiri atas 20 seloka.
Bab ini membahas pengertian purusa sebagai asal dari semua ciptaan. Purusattama
atau purusa utama adalah purusa yang Maha Tinggi, yaitu hakikat Ketuhanan Yang
Maha Esa dan hakikat Aku yang transendental. Ia adalah Brahman. Bahasan ini
menggambarkan hakikat hubungan antar Sang Pencipta dengan segala ciptaannya.
Krsna mengibaratkannya sebagai pohon asvattha atau ficus religiose (semacam
pohon beringin). Kalau pohon itu berakar, berbatang, berdaun, dan lain-lainnya,
maka akarnya (asalnya) adalah purusa itu sebagai kejadian lainnya adalah
batang, dahan, dan daun-daunnya. Akan tetapi, diajarkan pula bahwa Tuhan ada di
atas dan karena itu pohon asvattha dikatakan akarnya ada di atas yang kemudian
batangnya yang berjuruai ke bawah dengan sifat-sifatnya adalah semua
ciptaannya. Purusottama adalah adhyatman, yaitu atman yang menghidupi makhluk
ciptaan bertebaran ke bawah Bab
ini juga membahas mengenai beryoga pada
purusa atau penyebab yang Maha Tinggi (Dewa Wisnu), serta hakikat Ketuhanan. Di
sini juga disebutkan tujuan utama pengetahuan Veda, yaitu melepaskan diri dari
ikatan terhadap dunia material dan memahami, bahwa Sri Kresna adalah kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa, menyerahkan diri kepada Sri Kresna, dan menekuni
pengabdian suci kepada Sri Kresna.
BAB XVI Daiwasura Sampad Wibhaga Yoga –
Daivasura
Sampad Vibhaga Yoga terdiri atas 24 seloka. Bab ini intinya membahas hakikat
tingkah laku manusia yang dikenal sebagai perbuatan baik dan buruk. Kedua hal
ini merupakan inti pertanyaan Arjuna. Dalam menjawab pertanyaan itu, Krsna
menggambarkan sifat-sifat baik yang disebut sifat Devata dan sifat-sifat jahat
sebagai sifat-sifat raksasa atau asura. Mulai dari seloka 1 sampai dengan 3
adalah gambaran tentang sifat-sifat mulia, sedangkan sifat-sifat asura adalah
yang berlawanan dan diperinci dalam seloka 4. Dikemukakan pula bahwa secara
empiris tidak ada manusia yang hidupnya sempurna. Oleh karena itu, Krsna
mendesak agar Arjuna atau siapa saja agar tidak berputus asa dan tidak pula
merasa takut. Seloka 24 yang terakhir pada bab XVI, Krsna menegaskan agar kitab
sastra dan Veda digunakan sebagai pedoman hidup.Bagian juga ini membahas mengenai hakikat tingkah laku
manusia, yaitu sifat suci dan sifat jahat. Orang yang memiliki sifat-sifat
jahat dan hidup sesuka hatinya tanpa mengikuti aturan Kitab Suci dilahirkan
dalam keadaan yang lebih rendah dan akan diikat secara material, tetapi orang
yang memiliki sifat-sifat suci dan hidup secara teratur dengan mematuhi
kekuasaan Kitab Suci, berangsur-angsur mencapai kesempurnaan rohani.
“Dengan
mengikuti kesimpulan-kesimpulan seperti itu, orang jahat yang sudah kehilangan
dirinya dan tidak memiliki kecerdasan menjadi sibuk dalam pekerjaan yang tidak
bermanfaat, yang mengerikan, dan bermaksud untuk menghancurkan dunia.”
(Bhagavad Gita 16.9)
BAB
XVII Sraddha Traya Wibhaga Yoga
Berjudul Sraddhatraya Vibhaga Yoga teridiri dari 28
seloka. Sraddha Traya Vibhaga Yoga bertujuan untuk meyakinkan agar manusia
berkeyakinan akan tiga hal, yaitu triguna. Penekanan ini dimaksudkan sebagai
penanggulangan terhadap pengaruh yang timbul karena triguna dengan tujuan akhir
adalah untuk mencapai kesempurnaan hidup. Bagian ini merupakan landasan etika
atau dharma. Keyakinan yang kedua adalah hakikat ucapan AUM (OM) Tat Sat
sebagai pengakuan adanya Tuhan Yang Mahaada, tiada lain, kecuali Yang Mahaabadi
yang disebut pula Aksara Brahman. Ketiga adalah keyakinan akan tercapainya
moksa yang juga disebut brahma nirvana. Bagian ini menguraikan mengenai golongan-golongan
keyakinan. Ada tiga jenis keyakinan yang masing-masing berkembang dari satu di
antara tiga sifat alam, yaitu kebaikan, nafsu, dan kebodohan. Perbuatan yang
dilakukan oleh orang yang keyakinannya bersifat nafsu dan kebodohan hanya akan
membuahkan hasil material yang sifatnya sementara, sedangkan perbuatan yang
dilakukan dalam sifat kebaikan dan menurut Kitab Suci akan mensucikan hatinya
dan membawa seseorang sampai pada tingkat keyakinan murni terhadap Sri Kresna
dan bhakti kepada-Nya.
BAB XVIII Moksa Samnyasa Yoga atau Kesempurnaan Pelepasan
Ikatan
– berjudul Samnyasa Yoga terdiri atas 78 seloka. Bab ini merupakan bab
terakhir dan simpulan dari semua ajaran yang menjadi inti tujuan pelaksanaan
agama yang tertinggi, yaitu brahma nirvana. Dengan simpulan ini maka menjadi
jelas bahwa Gita mencoba mendorong Arjuna untuk bertindak tanpa ragu-ragu dan tidak
mengikatkan diri pada kewajiban dan akibat-akibatnya. Sebaliknya, bertindak dan
pasrah kepada Tuhan sebagai Yang Maha Mengatur sehingga rasa berdosa dapat
diatasi. . Dalam bab ini, Sri Kresna menjelaskan arti dari pelepasan
ikatan dan efek dari sifat-sifat alam terhadap kesadaran dan kegiatan manusia.
Sri Kresna menjelaskan keinsafan Brahman, kemuliaan Bhagavad Gita, serta
kesimpulan Bhagavad Gita, yaitu jalan kerohanian tertinggi adalah menyerahkan
diri sepenuhnya tanpa syarat dalam cinta bhakti kepada Sri Kresna. Jika jalan
ini sudah ditempuh, maka seseorang akan terbebas dari segala dosa, membawa
dirinya sampai pembebasan sepenuhnya dari kebodohan, dan memungkinkan ia
kembali ke tempat tinggal rohani Sri Kresna yang kekal (surga).
No comments:
Post a Comment