Saturday, February 15, 2014

bhagwad gita


RANGKUMAN KITAB
BHAGAWAD GITA


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjivahHxQr_FJ10zNq6UNfgkecWVfGRz0XQ8iekgBy_xzS_fVWx2AJ1zogHE_jxTUzeRCvRIXpO6wjtaNgitU-yvZPRkbSIvCCQNHstbGjltPqoPGcGclgsH_gVeBWT8hcPlhEUJIE3vux1/s320/logo+STIKES.jpg


Oley
Nama : Kadek Ayu Ristianti
Nim: 13C11093
Kelas : C
Prodi:  S1 keperawatan


Tahun Pelajaran 2013/2014



RANGKUMAN KITAB BHAGAWAD GITA

BAB I Arjuna Wisada Yoga
 Dalam bagian ini, tentara-tentara dari kedua belah pihak, yaitu Pandawa dan Korawa bersiap siaga untuk bertempur. Pada saat itu Ajuna meminta Krisna untuk menjadi Kusirnya dan mengantarkan Arjuna ke Tengah Medan Pertempuran  , untuk melihat siapa saja yang akan bertempur dengan Arjuna. Akan tetapi ketika arjuna melihat Kakek, Sepupu, Paman, Guru,Sahabat-Sahabat dan orang-orang lain yang ia kenal hati Arjuna tergugah melihat sanak saudara telah siap sedia untuk bertempur unutk mendapatkan kejayaan dan Kemasyuran .  Hal ini menyebabkan tubuhnya pun terasa bergetar mulutnya tersa kering  di Sana ia mengatakan kepada krisna bahwa ia siap untuk bertempur karena Arjuna terharu melihat  sanak  saudaranya yang sudah siap untuk bertempur    tetapi pada saat itu  gejala dirasakan Arjuna merupakan gejala dari gemetar akibat ketakutan akan maut  hal ini pun menyebabkan panah Gavinda terlepas dari busurnya. Oleh karena Arjuna kurang sadar  ia pun tidak tahan berdiri di medan perang dan dia pun lupa akan diri yang disebabkan oleh ikatan material  yang menyebabkan kebingungan .   Disana Arjuna pun mengalami kebingangan ia tidak ingin membunuh orang-orang yang ia sayangi  , tersebut merupakan dosa yang tidak terampuni tetapi dilain sisi Arjuna  harus mempertahankan kerajaan warisan Ayahnya. Pada saat itu Arjua berpikir untuk  meninggalkan medan pertempuran dan masuk ke hutan  dan hidup dalam kesunyian dan frustasi tetapi sebagai seorang ksatria Arjuna memerlukan kerajaan untuk mata pencarian sebab para ksatria tidak bias menekuni perkerjaan lain. Salah jalan untuk mendapatkan kerajaan adalah bertempur denga sanak saudaranya . tetapi Arjuna berpikir Apalah arti Kekayaan jika Guru, serta sanak-saudaranya terbunuh olehnya. Pada saat Arjuna pun meminta Krisna sebagai Yang Maha Kuasa untuk menggantikan ia di medan pertempuran . Sebenarnya pada saat itu  Krisna yang akan berperang melawan pasukan Duryodana tetapi melalui perantara Arjuna. Dan Pada saat  Arjuna  sedang meninjau dia berdiri dalam kereta  tetapi Arjuna sangat tergugah oleh rasa sesdihnya sehingga ia duduk kembali dan meletakkan busur panahnya .

BAB II Bhagavad Gita
            Bagian ini menceritakan tentang Arjuna menyerahkan diri sebagai murid kepada Sri Krishna, kemudian Krishna memulai pelajaran-Nya kepada Arjuna dengan menjelaskan perbedaan pokok antara badan jasmani yang bersifat sementara dan sang roh yang bersifat kekal. Sri Krishna menjelskan proses perpindahan sang roh, sifat pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Kuasa tanpa mementingkan diri sendiri dan ciri-ciri orang yang sudah insaf akan dirinya.ya.

Perbedaan pokok antara badan jasmani dan sang roh
Jasmani bersifat sementara, sedangkan sang roh bersifat kekal. Maka dari itu, tidak seharusnya seseorang disibukkan dengan hal-hal yang bersifat materi.

Reinkarnasi

Sri Kresna menjelaskan proses perpindahan sang roh atau reinkarnasi, yaitu pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga menjadi rusak, sehingga roh berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu yang mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk dari kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, jiwa akan pergi dulu ke surga atau neraka. Dalam Filsafat Hindu, reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam Filsafat Hindu, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi, sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya.
“Seperti halnya sang roh terkurung di dalam badan dan badan ini terus-menerus mengalami perubahan, dari masa kanak-kanak menuju masa remaja, hingga usia tua, begitu juga selanjutnya sang roh akan masuk ke dalam badan lain pada waktu meninggal.” (Bhagavad Gita 2.13)
Kemudian, pada bagian ke dua ini, Sri Kresna juga menjelaskan, bahwa orang yang paling baik adalah orang yang insaf akan dirinya. Salah satu ciri orang yang insaf akan dirinya adalah orang itu mengabdi kepada Yang Maha Kuasa tanpa mementingkan diri sendiri.

BAB III Karma
Berjudul Karma Yoga terdiri atas 43 seloka. Bab ini membahas dasar-dasar pengertian Karma Yoga yang dibedakan dari ajaran Sāmkhya Yoga. Kedua ajaran ini dibahas dari aspek ajaran Sāmkhya dan Yoga. Dengan memahami kesalahan pengertian Karma Yoga sebagai satu sistem yang dianggap bertentangan dengan sistem samnyasa Krsna mencoba menegaskan makna ajaran karma yoga secara lebih mendetail. Jñāna dengan ajaran Jñāna Yoga merupakan inti ajaran Sāmkhya sebaliknya karma atau tindakan tidak harus berarti sama dengan Jñāna. Dalam Gita karma ini dibedakan dalam dua bentuk yaitu, Subba Karma ‘perbuatan yang baik’ dan Asubha Karma ‘perbuatan yang tidak baik’. Adapun perbuatan yang tidak baik dibedakan pula menjadi dua macam yaitu, Akarma dan Vikarma. Dengan demikian terdapat tiga macam bentuk sikap tindak kegiatan, yaitu Karma ‘perbuatan baik’, Akarma ‘perbutan tidak berbuat’, dan Vikarma ‘perbuatan yang keliru’. Apa yang diharapkan dari ajaran Karma Yoga ini adalah tercapainya tujuan kebebasan, yaitu moksa atau sidhi (kesempurnaan).
Ada dua hakikat pengertian kata karma yang berkembang di dalam Gita yaitu Karma dalam arti ritual atau yadnya dan karma dalam arti tingkah laku perbuatan. Hal ini tampak jelas dari uraian bab III seloka 10 yang menghubungkan arti karma dengan penciptaan alam semesta yang dilakukan pada permulaan penciptaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan dalam permulaan penciptaan itu menciptakannya bukan untuk kepentingan diri-Nya. Demikian pula dalam hukum kerja itu agar didasarkan pada asas ketidak- terikatan untuk kepentingan pribadi, tetapi didasarkan atas dharma yang menjelma dari bentuk hukum, hak, dan kewajiban. Dengan demikian maka asas vairagya sebagai satu ajaran mendorong pelakunya berbuat karena kewajiban untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Hal ini dilakukan agar kekaryaannya itu mempunyai nilai guna. Soal pahala atau akibat yang timbul adalah hak yang pasti dan tak perlu dicari-cari yang tentunya akan diperoleh

BAB IV Jnana Yoga                        
berjudul Jñāna Yoga terdiri atas 42 seloka. Bab ini menguraikan Jñāna Yoga yang telah berkali-kali disampaikan Sri Krsna kepada umat manusia agar menjadi manusia-manusia bijak. Disana Krsna menjelaskan    Dikatakan pula manakala dharma terancam dan adharma merajalela beliau sendiri turun ke dunia dengan mengenakan badan jasmani untuk melindungi ajaran dharma dari kehancuran dan melindungi orang-orang bijak. Di samping itu ajaran tentang varnasrama dharma dan berbagai jalan yang ditempuh manusia dalam rangka pencariannya yang tertinggi juga diuraikan dalam bab ini. Jnana Yoga sebagai cara mencapai kelepasan (moksa) juga kembali ditekankan di sini. Di samping kegiatan kerja tanpa pamrih yang tidak membelenggu diuraikan pula tentang kurban kebijaksanaan sebagai kurban tertinggi. Dikatakan demikian karena kebijaksanaan itu sendiri akan membakar habis segala dosa dan akibat dari perbuatan. Selanjutnya secara panjang lebar Krsna juga menjelaskan kepada Arjuna kaitan Jnana Yoga dengan Yoga lain yang memberikan kemantapan kepada Arjuna dalam mengemban tugas sebagai seorang ksatria dalam menghadapi pertempuran ini.

BAB V Karma Yoga
            Dalam bab ini krsna menasehatkan pada Arjuna agar Arjuna Bangun dan bertempur dengan menjadi mantap dalam pengetahuan yang sempurna karena itu penegasan dalam bhakti  dan tidak melakukan perbuatan atas dasar kedua-duanya penting . Bab ini intinya membandingkan antara dua sistem jalan menuju kesempurnaan, yaitu karma samnyasa di satu pihak dan yoga di bagian lain. Penjelasan bab V merupakan pengembangan pengertian dari ajaran yang telah dijelaskan dalam bab IV tentang arti Jnana Yoga. Arjuna ingin penjelasan yang tegas mengenai jawaban atas pertanyaan, yaitu mana yang lebih baik membebaskan diri dari kerja (karma samnyasa) atau kerja tanpa kepentingan pribadi atau tanpa motif untuk mencari keuntungan pribadi. Sistem kerja yang kedua adalah lebih baik. Penampilan kedua macam pertanyaan ini tentunya dilakukan pada satu pengerttian dengan mengingat sistem catur asrama, yaitu Brahmacari-Grahasta-Vanaprasta-Samnyasa). Di dalam Yoga karma itu tetap ada, tetapi tidak dimotivasikan untuk kepentingan pribadi. Karma dimaksudkan untuk pelepasan keakuan terhadap benda-benda duniawi dengan memusatkan perhatian pada kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ber-samadhi. Yoga berarti menghubungkan (Yuj) pikiran kepada Tuhan sehingga segala sifat hakiki Tuhan dapat direfleksikan ke dalam jiwa. Dengan demikian berbuat itu tidak terikat oleh diri pribadi,  tetapi didorong oleh kehendak Ilahi. Dalam bagian juga  dijelaskan, bahwa orang yang berpengetahuan akan disucikan oleh api pengetahuan rohani menjadi seorang yang bijaksana. Orang yang bijaksana ini melakukan segala kegiatan secara lahiriah, tetapi melepaskan ikatan terhadap hasil perbuatan dalam hatinya. Misalnya, orang bekerja untuk mendapatkan pendapatan, tetapi jika ia telah menjadi orang yang bijaksana, pendapatannya itu hanya akan digunakan untuk hal-hal yang baik dan ia juga tidak menjadi gila harta. Dengan cara demikian, orang bijaksana dapat mencapai kedamaian, ketidakterikatan, kesabaran, penglihatan rohani, serta kebahagiaan.

BAB VI Dhyana Yoga
berjudul Dhyāna Yoga terdiri atas 47 seloka. Bab ini menguraikan makna Dhyāna Yoga sebagai suatu sistem dalam Yoga. Ini merupakan dialog lanjutan dari Bab V tentang Yoga. Yoga mengajarkan delapan macam disiplin untuk memungkinkan seseorang mencapai tingkat kesucian batin dan kesempurnaan citta. Kedelapan disiplin itu adalah (1) Yama, (2) Niyama, (3) Asana, (4) Pranayama, (5) Pratyahara, (6) Darana, (7) Dhyāna, dan (8) Samadhi. Ajaran Dhyāna Yoga atau Dhyāna dalam sistem Yoga inilah yang dijelaskan oleh Krsna kepada Arjuna. Untuk melakukan yoga dan bermeditasi yang baik, semua syarat harus dipenuhi, yaitu dimulai dari sikap asana yang baik menyebabkan orang mudah melakukan konsentrasi pikiran atau Dhyāna. Walaupun demikian, Arjuna yakin bahwa pikiran itu bersifat seperti binatang liar yang sukar dijinakkan sehingga sangat sulit untuk dapat meninggalkan pikiran dalam mencapai tujuan. Semua ini dijelaskan secara singkat yang pada intinya bagaimana membiasakan putusan yang baik melalui yama dan niyama brata. Krsna juga mengakui kesulitannya dan karena itu alternatifnya adalah mengarah kepada perbuatan kebajikan. Diuraikan pula bahwa manusia akan lahir kembali kedunia sesudah sampai di surga bila sudah selesai masanya penikmatan hasil kebajikan itu. Hal ini akan berulang sampai berhasil melepaskan diri dari sarang laba-laba karma, yaitu kelak kalau telah mencapai nirvana atau moksa atau brahma nirvana. Menurut Krsna, seorang yogi lebih besar, baik daripada pertapa maupun sarjana dan lebih besar pula artinya daripada pendeta yang melakukan upacara yadnya.   
 Bagian ini menguraikan tentang pentingnya Astanga Yoga, yaitu sejenis meditasi lahiriah yang mengendalikan pikiran dan indria-indria, serta memusatkan perhatian kepada  dan apabila pendalian pikiran ini gagal dilakukan maka  maka pikiran tersebut akan menjadi musuh dalam dirinya sediri .Paramatma atau Roh Yang Utama, bentuk Tuhan yang bersemayam di dalam hati. Puncak dari meditasi ini adalah Samadhi yang artinya sadar sepenuhnya terhadap Yang Maha Kuasa.



BAB VII Pengetahuan tentang Yang Mutlak       
 berjudul Jñāna Vijñana Yoga terdiri atas 30 seloka. Intinya adalah membahas Jñāna dan Vijñana. Jnana artinya pengetahuan dan Vijnana adalah serba tahu dalam pengetahuan. Oleh karena itu bab ini merupakan lanjutan dari bab VI tentang Dhyāna untuk mencapai tingkat samadhi. Dengan demikian, perhatian pembahasannya terletak pada tujuan atau objek Dhyāna, yaitu Tuhan Yang Maha Esa yang dalam agama disebut Para Brahman, Para Atman, Parama Isvara. Oleh karena itu, Krsna mulai menjelaskan pengertian Atman dan hubungannya dengan Parama-atman atau Brahman yang absolut. Alam semesta dengan segala bentuk ciptaan itu disebut bhuta, yang mempunyai lima komponen dasar disebut Panca Maha Bhuta yang terdiri atas prthivi (tanah), apah (air), teja atau agni (api, panas), vayu (angin), dan akasa (ether). Kelima unsur dasar itu timbul dari prakrti dan sebagai akibat dari evolusi dari prakrti. Di samping unsur materi terdapat unsur rohani yang disebut Atman atau Jiva yang menyebabkan timbulnya ciptaan (srsti). Jiva atau Atman adalah bagian dari Brahman. Oleh karena itu, perlu disadari hubungan pengertian antara Atman dan Brahman. Di dalam melakukan samadhi hakikat inilah yang harus dicapai dalam pengertian dan makna aksara mantra AUM atau Om Kara sebagai manifestasi wujud abadi. Di samping itu, Krsna juga menjelaskan pengertian triguna sebagai hakikat sifat dasar dari prakrti sehingga timbulnya proses evolusi sebagai akibat ketidakseimbangan triguna. Ketidaksadaran dan kekeliruan pandangan manusia adalah pada kekuatan maya sehingga salah mengidentifikasi dan menyamakan Atman dengan prakrti. Pemahaman keliru ini ibarat melihat cermin, melihat dirinya pada cermin seakan-akan manusia dalam cermin itu berbeda. Inilah yang disebut dengan kekuatan maya. Dengan manyadari hal ini, orang akan mulai dapat mengarahkan pikirannya secara benar dan dari sini akan terlihat mengapa aham (Aku) itu adalah Brahman (yang absolut transedental) dan ada pula pada setiap makhluk.Dalam bagian ini dijelaskan, bahwa Sri Kresna adalah Kebenaran Yang Paling Utama, titisan Dewa Wisnu atau Sang Pencipta, penyebab yang paling utama dan kekuatan yang memelihara segala sesuatu, baik yang material maupun rohani. Roh-roh yang saleh menyerahkan diri kepada Sri Kresna dalam pengabdian suci bhakti, sedangkan roh yang tidak saleh mengalihkan obyek-obyek sembahyang kepada yang lain.

BAB VIII Cara Mencapai Kepada Yang Mahakuasa
Berjudul Aksara Brahma Yoga terdiri atas 28 seloka. Aksara Brahma Yoga berbicara tentang hakikat sifat kekekalan Tuhan Yang Maha Esa. Pada di jelaskan bahwa kebenaran mutlak yang paling utama disebut Brahman,   yang Mana dalam hal ini Brahman tidak dapat dimusnahkan dan berda unuk selamanya .Paramataman dan bhagawan . Aksara berarti kekal. Inti bab ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan Arjuna tentang Brahman-Adhyatman dan Karma. Demikian pula tentang Adhibhuta, Adhidaiva, Adhiyadnya, dan hakikat kematian. Dijelaskan pula cara pendekatan pengertian yang dapat memberi uraian yang jelas tentang Brahman dengan Adhyatman yang pada hakikatnya sama dengan Parama Atman. Dikatakan bahwa Atman mempunyai basis Adhyatman (Brahman) demikian pula hakikat bhuta, yaitu panca mahabhuta dengan adhibhuta. Di samping itu, dijelaskan pula pengertian tentang adhiyadnya dan adhidaivata (adhidaibata) Bagian ini menjelaskan, bahwa seseorang dapat mencapai tempat tinggal Sri Kresna Yang Paling Utama di luar dunia material (surga) dengan cara ingat kepada Sri Kresna dalam bhakti semasa hidupnya, khususnya pada saat ia meninggal.



BAB IX Raja Widya Rajaguhya Yoga (Pengetahuan Yang Paling Rahasia)
Berjudul Rāja Vidyāra Yoga terdiri atas 34 seloka. Bab ini membahas hakikat dasar-dasar ajaran Raja Yoga dengan judul Rāja Vidyā Rājaguhya Yoga. Dijelaskan hakikat raja hanya sebagai istilah untuk menunjukkan raja dari semua ilmu (Vidyā), yaitu ajaran ketuhanan. Dikatakan demikian karena segala hal yang ada berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, mempelajari Ketuhanan Yang Maha Esa dianggap sangat mulia dan ilmunya merupakan ilmu tertinggi dari semua ilmu. Dalam hubungan ini Krsna tidak saja menjelaskan arti dan kedudukan Tuhan sebagai Brahman, sebagai Bapak atau sebagai Pelindung dan Pencipta, tetapi dijelaskan juga bagaimana alam semesta ini diciptakan. Bila hendak melakukan bhakti atau sembahyang, maka tujuan sembahyang adalah kepada Tuhan Yang Maha Esa itu apa pun gelar yang diberikan kepada Nya. Semua harus mencari perlindungan kepada Nya, karena itu, Krsna mengajarkan bahwa Tuhan sebagai pusat dari semua ciptaan dan kebaktian. Dalam bagian ini dijelaskan mengenai hakikat Ketuhanan sebagai raja dari segala ilmu pengetahuan (widya). Sri Kresna adalah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga tujuan tertinggi dalam kegiatan sembahyang adalah Sri Kresna dan Raja Widya Rajaguhya Yoga. Di sini juga dijelaskan, bahwa roh mempunyai hubungan yang kekal dengan Sri Kresna melalui pengabdian suci bhakti yang bersifat rohani. Dengan menghidupkan kembali bhakti yang murni, seseorang dapat kembali kepada Sri Kresna di alam rohani (akhirat).



BAB X Wibhuti Yoga atau Kehebatan Tuhan Yang Mutlak     
berjudul Vibhuti Yoga terdiri atas 41 seloka. Bab ini menjelaskan sifat hakikat Tuhan yang absolut secara empiris. Dikatakan bahwa hakikat absolut transendental sebagai akibat hakikat tanpa permulaan, pertengahan, akhir. Demikian pula manifestasi Brahman dalam alam semesta, sebagai kitab suci, Devata, manusia, dan huruf yang semuanya memerlukan pengertian dan dasar-dasar keimanan yang kuat. Kemudian, bab XI berjudul Visva Rupa Darsana Yoga terdiri atas 55 seloka. Visvarupa Darsana Yoga sebagai penjelasan lebih lanjut dari ajaran Vibhuti Yoga yang mencoba menjelaskan bentuk manifestasinya secara nyata. Dengan menyadari persamaan itu, maka terjawablah misteri yang ada pada Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai hakikat yang Mahaada.Bab ke Sepuluh ini menguraikan tentang sifat hakikat Tuhan yang absolut atau mutlak. Segala fenomena ajaib yang memperlihatkan kekuatan, keindahan, sifat agung atau mulia, baik di dunia material maupun di dunia rohani, semuanya merupakan perwujudan dari sebagian kecil tenaga dan kehebatan rohani Sri Kresna. Sebagai sebab utama dari segala sebab, serta sandaran dan hakikat segala sesuatu, maka Sri Kresna adalah Tuhan Yang Maha Esa dan tujuan sembahyang tertinggi bagi seluruh makhluk.



BAB XI Wiswarupa Darsana Yoga atau Bentuk Semesta          
Bagian ini menguraikan tentang Sri Kresna yang menganugerahkan pengelihatan rohani kepada Arjuna. Ia memperlihatkan kepada Arjuna bentuk-Nya yang tidak terhingga dan mengagumkan alam semesta. Dengan cara demikian, Sri Kresna membuktikan kepada Arjuna dan meyakinkannya mengenai identitas-Nya sebagai Yang Mahakuasa. Sri Kresna menjelaskan, bahwa bentuk-Nya sendiri yang serba tampan dan dekat dengan bentuk manusia adalah bentuk asli Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dapat melihat bentuk ini hanya dengan bhakti yang murni. Jika seseorang itu tidak memiliki bhakti kepada Sri Kresna, maka ia tidak dapat melihat wujud-Nya. Disi dijelaskan Arjuna melihat mulut-mulut yang tidak terhingga, mata yang tidak terhingga, dan wahyu-wahyu ajaib yang tidak terhingga. Bentuk tersebut dihiasi dengan banyak perhiasan rohani dan membawa banyak senjata rohani yang diangkat. Beliau memakai kalung rangkaian bunga dan perhiasan rohani, dan banyak jenis minyak wangi rohani dioleskan pada seluruh badan-Nya. Semuanya ajaib, bercahaya, tidak terbatas dan tersebar kemana-mana. Kemudian Krsna menyuruh Arjuna untuk bangun dan merebut kemasyuran, Karena kematian Drona, Bhisma, Jayadratha, Karna, dan kesatria-kesatria besar lainnya sudah  diatur oleh Krsna






BAB XII Bhakti Yoga atau Pengabdian Suci Bhakti       
 berjudul Bhakti Yoga terdiri atas 20 seloka. Di dalam bhakti yoga manusia bersembah sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ada dua hal yang ingin dipertanyakan oleh Arjuna, yaitu (1) menyembah Tuhan dalam wujudnya yang abstrak, dan (2) menyembah Tuhan dalam wujud nyata, misalnya menggunakan nyasa atau pratima berupa arca atau mantra. Sehubungan dengan kedua pertanyaan ini, Krsna menegaskan bahwa kedua-duanya baik. Penyembahan Tuhan dalam wujud abstrak, yaitu dengan menanggalkan pikiran kepada yang disembah merupakan amat baik. Akan tetapi, hambatan dan kesulitan itu tetap banyak karena Tuhan yang tanpa wujud, kekal abadi, tak berubah sangat sulit untuk dicapai oleh akal pikiran. Sebaliknya, dengan Yoga biasa diperlukan sarana pratima atau arca sehingga lebih mudah untuk mewujudkan rasa bhakti, tetapi itu belum nyata. Bab ini menguraikan tentang cara yoga atau penyatuan dengan alam dan Sang Pencipta dengan bhakti atau Bhakti Yoga, yaitu pengabdian suci yang murni kebada Sri Kresna. Bhakti Yoga merupakan cara tertinggi dan paling manjur untuk mencapai cinta bhakti yang murni kepada Sri Kresna, sang tujuan tertinggi dalam kehidupan rohani. Orang yang menempuh jalan tertinggi ini dapat mengembangkan sifat-sifat suci.



BAB XIII Ksetra Ksetradnya Yoga atau Kepribadian Yang Menikmati dan Kesadaran       berjudul Ksetra Ksetrajna Vibhaga Yoga terdiri atas 34 seloka. Bab ini membahas hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa yang dihubungkan dengan hakikat purusa dan prakrti (pradana) sebagai nama rupa. Kebutuhan nama rupa yang digelari dengan purusa dan prakrti adalah untuk memberi landasan dalam penjelasan bagaimana mengenal Tuhan Yang Maha Esa sebagai hakikat yang maha mengetahui. Demikian pula, bagaimana proses kejadian ini dari purusa dan prakrti sampai pada segala bentuk ciptaan alam semesta. melalui proses kejadian dari 24 macam elemen. Di samping itu, dijelaskan pula tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh orang yang dapat dikategorikan sebagai arif bijaksana. Oleh karena itu, Krsna menguraikan kebaikan dan sifat rendah hati, tidak cepat marah, sabar, tawakal, adil, jujur, beriman, suci lahir batin dengan selalu mengendalikan pikiran, tutur kata dan tingkah laku sehingga terkendalinya ego dan makin bertambah baiknya budi manusia. Dalam ajaran Hindu, Purusa dan Prakerti merupakan dua unsur pokok yang terkandung dalam setiap materi di alam semesta. Purusa dan Prakerti merupakan unsur yang bersifat kekal, halus, dan tidak dapat dipisahkan. Purusa adalah unsur yang bersifat kejiwaan sedangkan Prakerti adalah unsur yang bersifat kebendaan atau material.
Dalam bagian ini juga dijelaskan, bahwa orang yang mengerti perbedaan antara badan, sang roh, dan Roh Yang Utama yang melampaui badan dan roh, akan mencapai pembebasan dari dunia material atau derajatnya ditinggikan.



BAB XIV Guna Traya Wibhaga Yoga – Dalam bagian ini, dijelaskan mengenai tiga sifat alam material atau Triguna, yaitu Sattvam, Rajas dan Tamas. berjudul Gunatraya Vibhaga Yoga terdiri atas 27 seloka. Bab ini membahas triguna atau guna traya, yaitu tiga macam guna yang terdiri atas  sattvam, rajas, tamas. Manifestasi guna pada diri manusia dapat dilihat dari bentuk tingkah laku mereka sebagai refleksi dari triguna. Sebaliknya, yang menjadi tujuan pembahasan guna traya ini adalah bagaimana seseorang dapat mengatasi ketiga guna itu sehingga dapat mengatasi segala-galanya. Khusus untuk sifat-sifat manusia yang telah dapat mengatasi pengaruh triguna digambarkan sebagai seseorang yang memiliki watak tidak membenci, selalu hidup dalam keadaan tenang, tidak memiliki pertentangan batin sebagai akibat pengaruh sifat-sifat yang bertentangan dalam diri pribadinya, tidak mudah goyah atau berubah-ubah pendirian, tetapi selalu mengabdi dan berbakti tanpa pamrih.

Triguna
Bagian ini membahas, bahwa semua roh terkurung di dalam badan dan di bawah pengendalian tiga sifat alam material, yaitu kebaikan (sattvam), nafsu (rajas) dan kebodohan (tamas). Sri Kresna menjelaskan arti dari sifat-sifat tersebut dalam bab ini, bagaimana sifat-sifat tersebut dapat mempengaruhi diri kita, bagaimana caranya melampaui sifat-sifat tersebut, serta ciri-ciri orang yang sudah mencapai keadaan rohani (orang yang sudah lepas dari tiga sifat alam), yaitu: “Dia tidak membenci pencerahan spiritual, kemelekatan (pada hal-hal material), ataupun khayalan bilamana hal-hal itu datang. Dia juga tidak menginginkannya, jika hal-hal itu lenyap. Dia tetap tenang tanpa rasa keprihatinan apapun, sebab dia berada di luar pengaruh unsur-unsur Triguna. Dia hidup mantap (dalam keadaan apapun), sebab dia sadar bahwa hanya unsur-unsur Triguna itu saja yang aktif. Dia merasakan suasana senang dan susah sama saja, menerima cacian dan pujian dengan sikap sama, melihat segumpal tanah, sebiji batu, dan sekeping emas dengan pandangan (dan perasaan) sama. Dia tidak


BAB XV Purusottama Yogaberjudul Purusottama Yoga terdiri atas 20 seloka. Bab ini membahas pengertian purusa sebagai asal dari semua ciptaan. Purusattama atau purusa utama adalah purusa yang Maha Tinggi, yaitu hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa dan hakikat Aku yang transendental. Ia adalah Brahman. Bahasan ini menggambarkan hakikat hubungan antar Sang Pencipta dengan segala ciptaannya. Krsna mengibaratkannya sebagai pohon asvattha atau ficus religiose (semacam pohon beringin). Kalau pohon itu berakar, berbatang, berdaun, dan lain-lainnya, maka akarnya (asalnya) adalah purusa itu sebagai kejadian lainnya adalah batang, dahan, dan daun-daunnya. Akan tetapi, diajarkan pula bahwa Tuhan ada di atas dan karena itu pohon asvattha dikatakan akarnya ada di atas yang kemudian batangnya yang berjuruai ke bawah dengan sifat-sifatnya adalah semua ciptaannya. Purusottama adalah adhyatman, yaitu atman yang menghidupi makhluk ciptaan bertebaran ke bawah Bab ini juga membahas  mengenai beryoga pada purusa atau penyebab yang Maha Tinggi (Dewa Wisnu), serta hakikat Ketuhanan. Di sini juga disebutkan tujuan utama pengetahuan Veda, yaitu melepaskan diri dari ikatan terhadap dunia material dan memahami, bahwa Sri Kresna adalah kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, menyerahkan diri kepada Sri Kresna, dan menekuni pengabdian suci kepada Sri Kresna.


BAB XVI Daiwasura Sampad Wibhaga Yoga
Daivasura Sampad Vibhaga Yoga terdiri atas 24 seloka. Bab ini intinya membahas hakikat tingkah laku manusia yang dikenal sebagai perbuatan baik dan buruk. Kedua hal ini merupakan inti pertanyaan Arjuna. Dalam menjawab pertanyaan itu, Krsna menggambarkan sifat-sifat baik yang disebut sifat Devata dan sifat-sifat jahat sebagai sifat-sifat raksasa atau asura. Mulai dari seloka 1 sampai dengan 3 adalah gambaran tentang sifat-sifat mulia, sedangkan sifat-sifat asura adalah yang berlawanan dan diperinci dalam seloka 4. Dikemukakan pula bahwa secara empiris tidak ada manusia yang hidupnya sempurna. Oleh karena itu, Krsna mendesak agar Arjuna atau siapa saja agar tidak berputus asa dan tidak pula merasa takut. Seloka 24 yang terakhir pada bab XVI, Krsna menegaskan agar kitab sastra dan Veda digunakan sebagai pedoman hidup.Bagian juga ini membahas mengenai hakikat tingkah laku manusia, yaitu sifat suci dan sifat jahat. Orang yang memiliki sifat-sifat jahat dan hidup sesuka hatinya tanpa mengikuti aturan Kitab Suci dilahirkan dalam keadaan yang lebih rendah dan akan diikat secara material, tetapi orang yang memiliki sifat-sifat suci dan hidup secara teratur dengan mematuhi kekuasaan Kitab Suci, berangsur-angsur mencapai kesempurnaan rohani.
“Dengan mengikuti kesimpulan-kesimpulan seperti itu, orang jahat yang sudah kehilangan dirinya dan tidak memiliki kecerdasan menjadi sibuk dalam pekerjaan yang tidak bermanfaat, yang mengerikan, dan bermaksud untuk menghancurkan dunia.” (Bhagavad Gita 16.9)



BAB XVII Sraddha Traya Wibhaga Yoga 
Berjudul Sraddhatraya Vibhaga Yoga teridiri dari 28 seloka. Sraddha Traya Vibhaga Yoga bertujuan untuk meyakinkan agar manusia berkeyakinan akan tiga hal, yaitu triguna. Penekanan ini dimaksudkan sebagai penanggulangan terhadap pengaruh yang timbul karena triguna dengan tujuan akhir adalah untuk mencapai kesempurnaan hidup. Bagian ini merupakan landasan etika atau dharma. Keyakinan yang kedua adalah hakikat ucapan AUM (OM) Tat Sat sebagai pengakuan adanya Tuhan Yang Mahaada, tiada lain, kecuali Yang Mahaabadi yang disebut pula Aksara Brahman. Ketiga adalah keyakinan akan tercapainya moksa yang juga disebut brahma nirvana. Bagian ini menguraikan mengenai golongan-golongan keyakinan. Ada tiga jenis keyakinan yang masing-masing berkembang dari satu di antara tiga sifat alam, yaitu kebaikan, nafsu, dan kebodohan. Perbuatan yang dilakukan oleh orang yang keyakinannya bersifat nafsu dan kebodohan hanya akan membuahkan hasil material yang sifatnya sementara, sedangkan perbuatan yang dilakukan dalam sifat kebaikan dan menurut Kitab Suci akan mensucikan hatinya dan membawa seseorang sampai pada tingkat keyakinan murni terhadap Sri Kresna dan bhakti kepada-Nya.





BAB XVIII Moksa Samnyasa Yoga atau Kesempurnaan Pelepasan Ikatanberjudul Samnyasa Yoga terdiri atas 78 seloka. Bab ini merupakan bab terakhir dan simpulan dari semua ajaran yang menjadi inti tujuan pelaksanaan agama yang tertinggi, yaitu brahma nirvana. Dengan simpulan ini maka menjadi jelas bahwa Gita mencoba mendorong Arjuna untuk bertindak tanpa ragu-ragu dan tidak mengikatkan diri pada kewajiban dan akibat-akibatnya. Sebaliknya, bertindak dan pasrah kepada Tuhan sebagai Yang Maha Mengatur sehingga rasa berdosa dapat diatasi.   . Dalam bab ini, Sri Kresna menjelaskan arti dari pelepasan ikatan dan efek dari sifat-sifat alam terhadap kesadaran dan kegiatan manusia. Sri Kresna menjelaskan keinsafan Brahman, kemuliaan Bhagavad Gita, serta kesimpulan Bhagavad Gita, yaitu jalan kerohanian tertinggi adalah menyerahkan diri sepenuhnya tanpa syarat dalam cinta bhakti kepada Sri Kresna. Jika jalan ini sudah ditempuh, maka seseorang akan terbebas dari segala dosa, membawa dirinya sampai pembebasan sepenuhnya dari kebodohan, dan memungkinkan ia kembali ke tempat tinggal rohani Sri Kresna yang kekal (surga).




No comments:

Post a Comment